Ada Cinta di Ketinggian: Edisi Merbabu

merbabu_0157e

View puncak merbabu dari Sabana 1

“Untuk melihat langit cerah, harus siap menghadapi badai”

Kurang lebih ungkapan di atas lah yang saya dan tim pendakian alami di Gunung Merbabu. Ya, di tanggal 21-22 Oktober 2016 lalu, kami mendaki Gunung Merbabu dan kami harus berjibaku dengan badai angin dan kabut.

Meski begitu, sebagaimana kata Ada Band, “walau badai menghadang ku kan selalu setia menjagamu“, kami tetap melanjutkan pendakian dengan beragam pertimbangan. Tapi sebelum masuk ke bagian diterjang badai, ada baiknya kita runut cerita perjalanan pendakian Merbabu ini.

Pendakian ini awalnya beranggotakan 15 peserta. Namun terjadi beragam drama dinamika hingga dari 15 peserta akhirnya tersisa 10 peserta. Komposisi terdiri dari 8 laki-laki dan 2 perempuan. Beruntung saya berada di barisan 10 peserta yang ikut. Jika tidak, mungkin catatan ini tidak akan ada. hehe

Keberangkatan

Kami mendaki Merbabu melalui jalur Selo, yang berada di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Kamis (20/10) pukul 23.00 WIB, kami berangkat dari Stasiun Pasar Senen menggunakan KA Ekonomi Tawang Jaya jurusan Stasiun Semarang Poncol.

Kurang lebih 7 jam kami berada di kereta ekonomi dengan kursi yang tidak bisa dibilang empuk dan sudut sandaran kursi yang tegak 90 derajat. Jumat (21/10) pukul 06.00 WIB kami tiba di Stasiun Semarang Poncol dan langsung mencari angkutan menuju basecamp Selo.

Keluar stasiun, kami langsung dihadang calo. Umumnya mereka menawarkan angkutan pendakian ke Merbabu melalui jalur Wekas. Tapi karena kami mendaki lewat Selo, kami mengabaikan calo tersebut dan menyewa angkot untuk mengangkut kami ke tempat naik bus di jalur utama Semarang – Solo untuk turun di Boyolali.

Oh ya, angkot cukup bayar Rp5000 saja per kepala rumah tangga.

Setelah turun dari angkot, kira-kira pukul 07.30 WIB, kami mendapatkan bus Sugeng Rahayu jurusan Semarang – Solo. Bus yang terbilang bagus dan nyaman. Bahkan kami mendapatkan fasilitas air mineral 600ml gratis. Untuk semua itu, kami hanya perlu bayar Rp20.000  untuk turun di Boyolali, tepatnya di SPBU Ampel, Boyolali.

Setelah turun di SPBU Ampel sekitar pukul 09.30 WIB, kami menunggu jemputan dari Pak Nardi. Oh ya, Pak Nardi ini adalah masyarakat lokal penyedia transportasi yang direkomendasikan untuk sampai ke basecamp Selo. Dengan mobil bak, kami bersepuluh diajak meliuk-liuk di jalur eksotis Selo. Dengan mobil bak ini, tersaji pemandangan indah dan udara sejuk nan segar.

Kami sampai di Selo sekitar pukul 10.30 WIB. Kami mengawali dengan makan sarapan terlebih dahulu di sebuah warung nasi bernama City Woman. Namanya unik tapi rasanya enak. Untuk harga, masih terjangkau untuk ukuran karyawan jomblo berjiwa mahasiswa seperti saya.

Selanjutnya kami menuju kediaman Pak Nardi untuk packing ulang dan melengkapi perlengkapan. Masih diantar Pak Nardi, kami berangkat menuju basecamp Selo pukul 13.00 WIB. Sampai di basecamp, kami melapor diri dan membayar tiket masuk sebesar Rp15.000/orang. Tak lupa meninggalkan nomor kontak untuk antisipasi. Untuk nomor yang direkomendasikan untuk dijadikan kontak adalah nomor XL atau Axis.

Kami turun dari mobil Pak Nardi dan siap menjelajah Merbabu via Selo!.

Basecamp Selo – Pos 1 Dok Malang

Di basecamp Selo, kami sempatkan pemanasan dan tak lupa berdoa. Kami juga menentukan formasi perjalanan dan kesepakatan mendasar lainnya. Pukul 14.30 WIB, kami mulai melangkah dari basecamp Selo menuju Pos 1.

Dasar pendaki jomblo yang sudah lama tidak mendaki, tas carrier 60L yang sebenarnya tidak seberat di pendakian sebelumnya di Cikuray ataupun di Papandayan “berhasil” membuat napas ngos-ngosan. Trek menuju Pos 1 Merbabu sudah cukup menanjak tapi sesekali masih ada bonus. Tapi tetap saja, nafas ini berat dibuatnya.

Lemah abang, dek…

Trek menuju Pos 1 masih berupa hutan yang cukup rapat. Saya amati trek ini banyak sekali pohon durian. Saat itu cuaca teduh dan cuaca dingin sudah mulai menggelitik.

Dari basecamp Selo hingga Pos 1 Dok Malang, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit.

Bersambung ke halaman 2

31 pemikiran pada “Ada Cinta di Ketinggian: Edisi Merbabu

  1. Jadi pengin ikut naik gunung, euy. Ayo dilanjutkeun Mas, badainya kan belum kelihatan di sini, hehe. Kapan-kapan mau dong ikut Mas kalau naik gunung, cuma gunungnya jangan yang tinggi-tinggi, yah. Masih nubie nih, jadi pengennya yang ada eskalatornya (itu naik gunung apa mau ke emol yah, haha).

  2. Aaakk kece bgt view-nya. Smg jadi gue ke Merbabu brg temen akhir thn nanti. Btw parahan mana sm Ciremai treknya? Tapi enak ya ada Sabana-nya gak kayak Ciremai yg hutan2 acan.

    Tfs. Infonya oke bgt (y)

  3. Ping balik: Ada Cinta di Ketinggian: Edisi Lawu | ardiologi

Tinggalkan Balasan ke titintitan Batalkan balasan