Seberapa Kencang Kamu Menutup Pintu Angkot?

11ed-img-20151114-wa0012

sumber: portalcisarua.blogspot.com

“Tutup yang kenceng, bang!” perintah sopir angkot kepada saya yang baru naik. Bruk! Saya tidak segan-segan membanting pintu kiri depan. Angkot melaju. Saya cuma bisa bergumam. Semoga engsel angkot ini tidak rusak lantaran saya banting sekuat jiwa dan raga.

Perkenalkan. Saya laki-laki bertinggi badan nyaris 180 derajat cm. Ketika bepergian naik kendaraan umum, wa bil husus angkot, saya selalu pilih duduk di depan. Alasannya sederhana. Saya harus bersusah payah menunduk ketika harus naik di kabin belakang. Terutama jika sudah ketemu ibu-ibu yang tidak mau bergeser. Pun jika sudah berhasil duduk, kaki akan beradu dengan penumpang di seberang tempat duduk.

Duduk di depan juga bukan berarti paling nyaman. Kadang ada angkot yang panas mesinnya membara menjalar hingga ke sekujur bangku. Nyess. Masalah berikutnya adalah masalah pintu seperti yang saya ceritakan di awal.

Membanting pintu angkot secara kencang sebagaimana sabda si sopir memang dilematis. Antara kasihan dan ngeri. Kasihan jika ditutup kencang engselnya copot atau kaca jendelanya pecah. Ngeri jika tidak ditutup kencang, pintu terbuka sendiri ketika angkot berjalan.

Cerita lainnya adalah penumpang yang ditegur oleh sopir karena justru menutuppintu terlalu kencang. Serba salah. Di satu angkot diminta tutup dengan kencang. Di angkot lain justru diminta tutup pintunya dengan segala kelembutan hati. Pada akhirnya, kita sebagai penumpang angkot, terutama penumpang depan, harus lebih peka situasi. Jika angkotnya tua dan sakit-sakitan, biasanya pintunya memang harus dibanting. Terlebih pintu angkotnya sudah sakit stadium akhir sampai-sampai gagang pintu bagian luar tidak ada. Alhasil harus dibuka dari dalam dengan susah payah.

Dari hikayat akan pintu angkot tersebut, saya teringat pelajaran yang diambil. Saya mengibaratkan pintu angkot tersebut sebagai hati orang lain. Harus peka. Kapan harus membanting dan kapan harus lembut. Tapi untuk urusan hati kaum hawa? Jangan dibanting kalau tidak ingin dibanting balik.

14 pemikiran pada “Seberapa Kencang Kamu Menutup Pintu Angkot?

  1. Oh ternyata pintu depan… saya kira pintu belakang, lha wong kalau di belakang kan pintunya terbuka terus kecuali si angkot sudah tidak narik penumpang lagi :hehe.
    Analogi yang bagus. Mesti peka baca situasi ya, memperlakukan orang kudu hati-hati. Kita kan tidak mau juga diperlakukan sembarangan sama orang :)).

  2. Kalau bawa banyak barang, baru deh duduk di depan. Terus kalau angkotnya jelek, si pintu nya di tutup sama abang2 supirnya hehehe. Mereka punya kekuatan ekstra ditambah udah terbiasa tentunya (yaiya angkot mereka) :))))

Tinggalkan Balasan ke handaelfi Batalkan balasan